Ini pertanyaan sulit. Boleh nggaknya ish nggak mungkin melarang orang jatuh cinta. Itu kan masalah perasaan, masalah hati. Bisa datang kapan saja dan kepada siapa saja. Apalagi yang disebut cinta pada pandangan pertama. Nggak bisa juga dicegah ketika dia hadir di hati. Tiba-tiba muncul, nggak pakai dipikir dan direncanakan lebuh dulu. Siapa yang bisa melarang jatuh cinta seperti ini. Walaupun, jatuh cinta seperti ini terkadang hanya sekedar numpang lewat.
Setelah itu menghasilkan kekaguman tanpa ada keinginan untuk memiliki. Atau, sebenernya sih ingin memiliki tapi nggak kesampaian. Mungkin menimbang prioritas, “Ah, ilmu aja masih cekak, sudah mikir macam-macam. Cari ilmu dulu lah. Biar fokus ngejar tugas utama. Kalo emang jodoh nggak akan kemana-mana, nanti ketemu juga”. Bisa jadi pula, karena merasa nggak level, “Cakep, pinter, shalihah. Sedangkan aku gini-gini aja. Penampilan pas-pasan, kecerdasan rata-rata, sedangkan iman masih tanda tanya. Kayaknya nggak level deh, nggak sepadan. Harus tau diri, lah. Kecuali kalo jodoh, siapa tau juga? Hihihiiii”
Dua kasus diatas tidak akan menghilangkan rasa cinta pelakunya kepada sosok yang memang membuatnya jatuh cinta. Keduanyam, hanya memendam rasa, tanpa menggebu-gebu ingin memiliki.
Pada kasus opertama, dia jatuh cinta, karena sosok yang membuatnya jatuh cinta itu memang layak dan pantas untuk dicintai. Hanya, kesadaran dirinya bahwa dia punya planning hidup yang harus didahulukan, sehingga dikesampingkannya perasaan itu. Orang seperti ini biasnaya mudah menetralisir perasaab jatuh cintanya dengan hal-hal positif prioritas dirinya. Tidak ada masalah dengan orang yang jatuh cinta semacam ini.
Pada kasus kedua, juga tidak ada masalah jika perasaan rendah dirinya diikuti dengan cara pandang yang optimis dan positif. Dalam bahasan ini, jatuh cintanya masih wajar. Menjadi masalah kalo dia terpancing berbuat negatif. Misalnya, tenggelam dalam khayalan, apalagi yang kotor dan jorok, atau lenggah sehingga terbius pikiran berandai-andai ingin memiliki.
“Uuuhh, andaikan dia..andaikan…dan andaikan. Kenapa ya kok aku nggak tampan, nggak pinter, kurang shalih lagi.” Pertanyaan seperti ini sudah nggak sehat dan nyerempet-nyerempet bahaya, minimal untuk diri sendiri.
Nah, sekarang gimana kalo lebih dari itu? Artinya, nggak cuman dipendam saja perasaan itu dan diam menunggu datangnya nasib baik. Ya, liat-liat dulu. Kalo dia melakukan upaya-upaya positif; cari tau dengan baik-baik, siapa dia, tempat tinggalnya dimana, siapa orangtuanya, siapa temannya dst.
Kemudian menggali informasi perihal dirinya (kayak detektif). Setelah dirasa cukup, dia menimbang-nimbang dengan seksama keseriusan dirinya sendiri. Apa sih yang dia inginkan, pacaran atau sekedar ajang pembuktian diri.
Pacaran, jelas tidak pada tempatnya. Ajang pembuktian diri?”Aku harus buktikan bahwa aku bisa menaklukkannya?” ini jelas lebih kacau lagi dan dia telah terjerumus. Tetapi kalo dengan cara yang baik. Misalnya, serius dia menimbang masak-masak perasaannya, disertai istikharah, ijin orangtua, lalu datang denga baik-baik kepada wali orang yang membuatnya jatuh cinta. Ini adalah langkah positif. Dia ingin menjajaki takdir dirinya yang terkait jodoh ada dimana. “Kalo emang takdir Allah dia jodohku, ya alhamdulillah, itulah cara terbaik.” (Meskipun sebagai manusia dia kecewa juga lhoo hehehe)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar